Login

Di Data Center terdapat sejumlah perangkat yang sensitive terhadap perubahan Tegangan dan Grounding, ada juga beberapa perangkat yang harus beroperasi terus menerus selama 24 jam. Untuk itu diperlukan instalasi Jaringan Listrik (Feeder, Distribution, Panel dan Grounding Systems) yang benar dan tertata rapi, agar dapat memperpanjang life time semua perangkat ICT dan Perangkat Pendukung di Data Center, serta memudahkan penelusuran saat terjadi gangguan. Perencanaan Sistem Kelistrikan untuk sebuah Data Center, harus mempertimbangkan beberapa hal berikut ini :

  • Antisipasi beban berdasarkan perkembangan TI
  • Antisipasi kegagalan pasokan catu daya
  • Perencanaan pengaturan distribusi catu daya dan grounding systems.

Untuk kebutuhan pembangunan ataupun pengembangan sistem kelistrikan di Data Center, kami akan memberikan solusi Sistem Kelistrikan secara komprehensif, mulai dari sistem perkabelan Feeder hingga Distribusi.

e
e2
e3

Main Power
Sistem Kelistrikan merupakan bagian terpenting pada Data Center. Tanpa Sistem Kelistrikan yang baik, maka Data Center tidak dapat beroperasi dengan baik. Bahkan Sistem Kelistrikan listrik menjadi salah satu faktor yang menentukan Fault Tolerance dan Tier Rating pada suatu Data Center. Oleh karena itu membangun listrik tambahan selain listrik utama adalah hal yang wajib bagi Data Center. Kemudian penggunaan kabel listrik yang ukurannya lebih besar dari yang direncanakan juga merupakan hal wajib ketika mendesain pembuatan Data Center, karena sesungguhnya hal ini merupakan kunci penting keberhasilan desain Data Center ketika di implementasikan. Yang harus selalu di ingat, Data Center merupakan fasilitas yang harus dapat digunakan untuk rentang waktu yang lama. Sehingga ketika perkembangan Data Center dengan beban yang terus meningkat, Infrastruktur Data Center telah siap mengakomodasi pertumbuhan kebutuhan kelistrikan dimasa mendatang. Pada Data Center, digunakan listrik Tiga Fase yang menggabungkan tiga jenis Arus AC dengan Frekuensi yang sama, tiap Fase memiliki perbedaan 120 derajat dengan Fase lainnya. Proses ini membuat tiga jenis gelombang daya yang terpisah (menggunakan Tiga Kawat Fase dan Satu Kawat Netral), oleh karena itu Daya dalam Power Supply Sistem Kelistrikan tiga Fase tidak pernah jatuh menjadi nol. Umumnya listrik Tiga Fase bertegangan 380 Volt, dan lebih dikenal sebagai sistem R, S, T, dan N (Netral). Pada Data Center Tier 3 dan Tier 4, umumnya digunakan Listrik Redundan yang berasal dari dua Pembangkit Listrik yang berbeda, sehingga ketika salah satu Pembangkit mengalami masalah, maka Data Center dapat tetap berjalan dengan menggunakan Pembangkit Listrik yang lainnya. Dalam instalasi sistem Rack pada Data Center, tiap Racknya menggunakan dua buah Power Strip yang digunakan untuk sistem redundansi sehingga jika terjadi Power Trip pada salah satu Power Strip, maka kinerja Rack tersebut tidak akan terganggu karena masih disokong oleh satu Power Strip. Tiap Power Strip pada Rack menggunakan listrik dengan Fase yang berbeda dengan tegangan sebesar 220 Volt atau disebut juga dengan Listrik Satu Fase. Kebutuhan power dari tiap komponen pada Data Center dapat diketahui dengan menjumlahkan tiap Power Requirement dari tiap perangkat yang digunakan dalam Data Center tersebut dalam satuan KW, maupun KVA.

Backup Power
Selain daya listrik utama, penunjang operasional Data Center terdapat juga pada sumber listrik cadangan. Sebagai sumber listrik cadangan, terdapat dua komponen yang dapat digunakan, yaitu UPS (Uninterruptible Power Supply) dan Generator. Fungsi kedua perangkat ini adalah untuk menopang kebutuhan energi listrik pada Data Center ketika sumber listrik utama mengalami gangguan.

UPS (Uninterrupt Power Supply)
Terdapat beberapa prinsip dasar yang digunakan untuk menentukan ukuran dan kemampuan dari sistem Perangkat UPS.

PERTAMA: UPS harus dapat memberikan daya listrik keseluruh perangkat komputer, sistem HVAC, dan perangkat kelistrikan lainnya (seperti lampu darurat, dan beberapa perangkat keamanan) untuk 100% memberikan daya listrik dan mampu bertahan tidak kurang dari 15 sampai 20 menit setelah sumber listrik utama mati.

KEDUA: UPS harus dapat menopang beban listrik maksimum atau ketika Data Center sedang berada dalam kondisi kelebihan beban. Sehingga ketika pemilihan UPS akan berkaitan dengan berapa besar energi yang dibutuhkan untuk menopang perangkat yang telah direncanakan pada desain awal. Yang terpenting, ukuran UPS harus setidaknya mampu 150% untuk mengeluarkan daya listrik yang dibutuhkan untuk Data Center beroperasi.

KETIGA: UPS harus dapat beroperasional terus-menerus agar ketika terjadi kegagalan pada sistem kelistrikan utama, UPS sudah siap untuk mengambil alih sistem tersebut. Dalam instalasinya, UPS dipertimbangkan dari sisi biaya dan availabilitasnya. Konfigurasi UPS sering banyak macamnya. Misalnya, sistem redudansi paralel sering juga disebut sebagai desain N+1, atau desain System Plus System dapat dikatakan sebagai 2N. “N” merupakan singkatan dari kata “Need” atau kebutuhan dari beban kritis. Kebutuhan daya beban kritis harus diproyeksikan untuk jangka waktu yang lama. Kebutuhan selama 10-15 tahun kedepan harus dipertimbangkan. Melakukan hal ini, bukanlah hal mudah dan dibenarkan juga. Oleh karena itu pada sekitar tahun 1990an dikenalkan konsep “Watts/Square Area”, dimana konsep ini dapat digunakan untuk mempersiapkan kerangka diskusi untuk membahas kemampuan fasilitas apa yang akan direncanakan. Baru-baru ini, tren penggunaan rack membuat konsep “Watt/Rack” digunakan untuk menghitung kapasitas beban yang akan ditunjang oleh UPS. Konsep ini terbukti lebih handal untuk menghitung jumlah rack dan ruang.

Konfigurasi UPS pada Data Center

  1. Capacity (N) : Tier I
  2. Isolated Redundant : Tier II
  3. Parellel Redundant (N+1) : Tier II
  4. Distributed Redundant : Tier III
  5. System Plus System (2N, 2N+1) : Tier IV

Menentukan Kapasitas dan Tipe UPS yang dibutuhkan di Data Center

  • Tentukan jumlah beban dalam VA yang harus disuplai oleh UPS dan tambahkan dengan Growth Factor biasanya 25% dari total beban. Beban yang disuplai oleh UPS biasanya dibagi menjadi “Standing Load” dan “Instantaneous Load”
  • Tentukan sistem tegangan Input dan Outputnya, apakah sistem tegangan inputnya 3 fasa atau 1 fasa 3. Tentukan Otonomi / Back-up Time yang diperlukan, hal ini dibutuhkan untuk menentukan Kapasitas Baterai /Ah yang diperlukan. Nilai otonomi biasanya akan besar bila pada sistem tersebut tidak ada Emergency Genset, tetapi bila ada Emergency Genset, nilai otonomi “1 jam” seharusnya cukup.
  • Nilai Ah, secara umum dapat ditentukan dengan mengalikan Total Ampere yang diperlukan dengan nilai otonominya. contoh, bila bebannya 22 kVA dan sistem tegangannya 220 V AC, maka nilai Amperenya 100 A, sehingga nilai Ah-nya untuk otonomi 1 jam = 100 A x 1 jam = 100 Ah. Nilai tersebut diatas harus dikalikan lagi dengan “Aging Factor” biasanya 25% sehingga nilai Ah-nya menjadi 100 Ah x 125% = 125 Ah.
  • Tentukan pula Jenis Baterai yang digunakan, sebagai contoh NiCd atau Lead Acid. Berapa Life-Timenya? Apakah Maintenance Free? Sehingga dari spesifikasi Baterainya bisa ditentukan berapa jumlah sel-nya.
  • Setelah Beban Total yang harus disuplai dan Kapasitas serta Jenis Baterainya diketahui, langkah selanjutnya adalah menentukan Kapasitas Rectifiernya atau Perangkat Charger. Dalam menentukan Kapasitas Rectifier, biasanya ditentukan dalam kondisi Floating.
  • Pada item nomor 1 s.d nomor 6 langka-langkah untuk menentukan Kafasitas UPS. Selain itu, kita juga harus menentukan tipe UPSnya, tipe Standar atau Industrial? Dan aksesoris apa saja yang diperlukan untuk instalasinya, seperti : Panel UPS, Kabe Feeder Input Output UPS, dan Kabel Distrubusi.

Genset (Generator Set)
Backup Generator atau dikenal dengan istilah genset atau jika istilah tersebut dipanjangkan menjadi Generator Set, merupakan salah satu komponen pentingpada Data Center. Genset berfungsi sebagai penghasil sumber listrik cadangan selain arus listrik yang bersumber dari PLN jika Data Center tersebut dibuat di Indonesia. Genset menghasilkan listrik dengan mengkonversi Energi Mekanik menjadi Energi Listrik. Ketika Data Center didesain, dan ingin memilih Genset apa yang digunakan, tentu harus mempertimbangkan beberapa aspek mengenai Genset yang akan digunakan. Berinvestasi pada sistem Backup Generator, harus diketahui teknologi apa yang digunakan, kelebihannya apa dari sistem tersebut, dan kehandalan serta kegunaannya yang secara signifikan harus dapat bertahan minimal selama 10-15 tahun. Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika ingin memilih Generator atau ketika sudah memiliki Generator adalah :

  • Jenis Bahan Bakar (Diesel, Bensin, LNG, LPG)
  • Pelumasan
  • Pendinginan
  • Emisi Gas Buang dan Noise yang dihasilkan
  • Penyaring Udara dan Bahan Bakar
  • Motor Starter

Enam faktor yang harus dipertimbangkan ini, merupakan hal penting yang akan mempengaruhi kinerja dan performa dari Generator yang digunakan. Pada dasarnya, cara kerja Genset sama dengan mesin pada kendaraan bermotor. Perbedaanya hanya pada konversi energinya saja, apabila kendaraan motor mengkonversi energi mekanik menjadi energi gerak, pada Genset energi mekanik di konversi menjadi energi listrik.

Genset memiliki tiga komponen pendukung mesin utama :

  • Alternator Konversi energi mekanik menjadi energi listrik merupakan tugas dari Alternator pada Genset. Komponen ini bertugas untuk merubah energi mekanik pada mesin Generator menjadi arus listrik bolak balik (AC). Alternator yang paling dasar biasanya terbuat dari lilitan kawat logam dan magnet. Listrik dihasilkan ketika lilitan kawat bergerak pada medan magnet yang dihasilkan oleh kutub positif dan negatif dari magnet. Alternator yang kecil hanya akan menghasilkan arus listrik yang kecil, sehingga untuk Generator dibutuhkan Alternator yang besar.
  • Governor Atau Speed Limiter berfungsi untuk memastikan putaran mesin konstan sehingga menghasilkan frekuensi yang stabil. Governorlah yang bertanggung jawab atas kualitas tegangan AC yang dikeluarkan oleh Generator. Frekuensi yang berubah-ubah akan mempangaruhi kualitas dari daya yang dikeluarkan. Dengan tegangan yang tidak stabil, akan menyebabkan kerusakan pada perangkat listrik yang disuplai oleh Generator ini. Ketika menggunakan dua buah Generator atau lebih secara parallel untuk kapasitas atau rendudansi, Governor harus memastikan bahwa semua mesin berputar pada kecepatan yang sama antar tiap Generator. Apabila dua sumber Generator tidak disinkronkan kecepatanya, salah satu dari Generator ini akan akan menerima pecahan beban yang besar, yang menyebabkan Generator akan mengalami kerusakan. Governor pada Genset yang canggih, umumnya telah menggunakan Governor yang dapat di sinkronkan dengan Governor lainnya.
  • Voltage Regulator berfungsi sebagai pengatur tegangan yang dihasilkan oleh Alternator. Voltage Regulator akan memastikan tegangan Genset sesuai dengan yang digunakan oleh beban. Sehingga tegangan akan dipastikan stabil, tidak berlebih dan tidak kekurangan. Voltage Regulator merupakan komponen vital pada Genset, yang apabila mengalami kerusakan akan menyebabkan Genset mengeluarkan tegangan yang tidak stabil. Jika tegangan tidak stabil maka perangkat listrik akan mengalami kerusakan atau gangguan. Sehingga pada umumnya komponen ini dapat dimonitoring baik tegangan keluarannya, maupun kondisi komponen tersebut.

Grounding System
Grounding perangkat elektronik sebenarnya sama saja dengan Grounding pada gedung umumnya. Hanya saja pada perangkat elektronik lebih menekankan pada keselamatan perangkat dari gangguan yang disebabkan oleh adanya : Ground Sumber Listrik, Electrical Harmonic, Kilatan Petir, Listrik Statis dan Medan Electromagnetic. Karena gangguan listrik ini dapat menyebabkan kerusahakan ringan sampai dengan berat pada perangkat di Data Center. Pada dasarnya konsep utama dari grounding ini adalah membesarkan impendance pada sebatang tembaga dengan menggunakan impedance tanah/bumi. Dengan bumi dipercaya memiliki impendance yang kecil, sehingga ketika listrik mengalir dalam suatu instalasi sistem kelistrikan, listrik yang berlebihan atau listrik yang menganggu akan mengalir ke tanah akibat kecilnya impendance yang terdapat pada batang tembaga tadi. Kualitas dari Grounding System akan ditentukan oleh besar kecilnya penampang yang digunakan, lalu kualitas tanah di lokasi tersebut. Tanah yang gembur, basah atau lembab, memiliki kualitas grounding yang baik. Pada Data Center, Grounding dan Bonding diatur dalam standar TIA/EIA 607. Grounding Data Center Corporate biasanya di sambungkan dengan Grounding Gedung atau membuat Grounding Khusus yang terpisah dengan Grounding Gedung. Pedestal Raised Floor atau Underctructure Raised Floor umumnya diikatkan dengan kawat tembaga yang digunakan untuk menyalurkan muatan berlebih pada setiap Rack Server ke sistem Grounding. Pada TIA/EIA 607 Kabel Grounding yang disarankan untuk digunakan adalah kabel dengan ukuran 6 AWG. Konduktor yang digunakan harus diletakan didalam Pipa Ferrous Metallic dengan panjang diatas 1m. Selain itu TMGB (Telecommunications Main Grounding Busbar) harus memiliki ketebalan 6mm dan 100mm lebarnya, dengan panjang yang dapat divariasikan. Ukuran Ground Rod yang digunakan minimal 2.5m panjangnya dan berdiameter 5/8” (460mm).

“Konfigurasi Sistem Kelistrikan end-to-end untuk kebutuhan Data Center, seperti : Feeder, Distribution Panels, Grounding Systems, Lighting dan UPS, akan kami sesuaikan berdasarkan : kebutuhan user saat ini, prediksi kebutuhan jangka panjang, biaya investasi dan kondisi existing infrastruktur yang tersedia, dengan tetap mengacu pada standarisasi Sistem Kelistrikan yang baku untuk optimalisasi sebuah Data Center”

WhatsApp chat